BUMI MANUSIA
Aku
mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan penggawa terhadap
kakekku dan nenekku dan orang tuaku, waktu lebaran. Dan entah sampai berapa
kali lagi aku harus mengangkat sembah nanti. Sembah -----pengagungan pada
leluhur dan pembesar melalui perendehan dan penghinaan diri ! sampai sedatar
tanah kalau mungkin! Uh, anak cucuku tak
akan kurelakan menjalani kehinaan ini.
Oh,
nenek moyangku mengapa kau tega
mewariskan budaya yang memalukan dan hina ini.
Keparat!,
ini ternyata yang terjadi pada nenek moyangku terdahulu, bumi manusia.
Perlahan
kuinjakkan kakiku pada kenistaan ini, yang memalukan, ku baca, kupelajari, kucari. Dan ternyata itu benar terjadi.
Kak,,
bagaimana budaya yang hina ini bisa terjadi?
Aku
pun tak mengerti, ya begitulah hukum
adat.
Namun,
bukankah selain ditangan tuhan, kodrat manusia kini dan kemudian, penguasanya atas ilmu dan pengetahuan. Maka,
budaya yang menghinakan ini bukan lagi jadi paksaan, namun pilihan.
Manusia
haruslah sadar, perubahan bukanlah menunggu namun mengapa tidak mencari dan
melahirkan. Berani mencetuskan serta mengaplikasikannya. Dalam kehidupan ilmu
tidak ada kata malu, orang tidak malu karena salah ataupun keliru. Kekeliruan
dan kesalahan justru akan memperkuat kebenaran, jadi juga membantu penyelidikan.
Namun,
terkadang kebenaran hanya berpihak pada beberapa orang saja, entah dimata hukum
bagaimana yang sebenarnya. Hal yang sangat memungkinkan adalah perpedaan
‘’status sosial’’yang menyebabkan semuanya, seperti pribumi dengan eropa, maupun
indo. Orang berkulit putih dengan orang berkulit hitam, orang terpelajar dengan
orang yang tak pernah menginjakkan kakinya dalam pendidikan, orang yang berbudi
terhadap orang yang biadap. Namun apa yang sebenarnya yang membedakan mereka?
Yang katanya dimata hukum mereka semua adalah sama.
Pribumi
sangat dihinakan dengan intelaktual yang tak main- main, apalagi bagaimana
orang yang tak mengerti baca tulis. Hukum pun sudah tak mampu menolong, pribumi
menjadi budak dan dihinakan dikerajaan sendiri. Sudah bukan kata kejam lagi
yang ingin kusampaikan. Keparat!!, brengsek!!, kurang ajar!!.itupun mungkin
masih belun berarti.
Lalu
apa gunanya berdeklarasi tanpa kekuatan, tak berguna. Pergerakan tanpa emosi
ambisi, pengalaman dan dasar Intelektual.
‘’Ah...!
bualan saja itu, fenomena ini bukan hanya terjadi pada zaman mu ‘’bang Pram’’
ini pun juga terjadi pada masa ku. Masih banyak ketidakadilan di Negeri kita
ini bang, tak akan ada habisnya bila kutulis semua ketidakadilan itu, apa boleh
buat. Aku harus pura-pura menulis yang baik-baik saja’’.
Haruskah
ketidakadilan ini menjadi budaya seperti
pada masa Pram yang membudayakan sujud sembah kepada leluhur yang harus
menunduk sampai lutut, bahkan kaki sampai tanah. Kini pun akan terjadi lagi
tapi bukan sujud sembah kepada nenek moyang, melainkan sujud sembah pada
ketidakadilan yang berlaku. Mau melawan? Hukum yang mengambil anak dari ibunya,
merampas istri dari suaminya, menadah keringat yang sudah dikumpulkannya. Ya!,
sungguh benar, ilmu pengetahuan adalah dasar kekuatan, dan kebodohan adlah
budaknya. PRAMOEDYA, memainkan sastra eropanya untuk menyampaikan bagaimana
pribumi dihinakan. Bumi manusia.
Bashiroh Akhil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar