Selasa, 14 Januari 2014

cerpen apa cerkak ya?


Ketika manusia beranggapan bahwa merekalah yang menentukan kehidupan tanpa harus melakukan sebuah tindakan. Sebuah ironi bukan? Namun apa salahnya ketika seorang manusia terlahir dengan menggunakan imajinasinya sebagai landasan perjalanan hidup dia. Tidak bisa dipersalahkan, memang benar. Lalu, kemanakah manusia yang menjadikan sebuah dunia seperti dunia buatan yang hampar terasa. Lalu dimanakah sisi positif maupun negatif yang mampu kami peroleh. Khususnya bagi kami yang minoritas manusia imajinasi bukan manusia logika pada umumnya. Bukan sebuah ironi kemunafikan, akan tetapi sebuah perantara menuju dunia mimpi. Ya, dunia mimpi kami adalah dunia imajinasi tanpa batas. Berbeda dengan dunia mereka, dunia para kaum mayoritas yang menggunakan batasan-batasan tertentu dalam segala tingkah yang mereka gunakan. Nasiplah yang menuntun kami dalam segala hal, tentunya nasip imajinasilah yang membimbing kami kedalam dunia mimpi tanpa batas. Bukan berarti kami, pera kaum minoritas melakukan segala hal berlandasakan imajinasi tanpa bertindak. Itu salah. Kami menggunakan sebuah pemikiran yang lepas dari kerasionalan hidup. Lalu dengan sebuah karya tentunya kami akan menciptakan sebuah dunia dibalik dunia nyata. Ya, dunia dengan segenap mimpi para kaum minoritas yang akan divisualisasikan dalam bentuk karya.
Suatu saat nanti, dunia akan berpihak kepada dunia kami. Tidak bermusuhan ataupun menimbulkan perang antara dunia imajinasi dan dunia normalis. Melainkan mereka berdua akan bergencatan senjata, lalu saling menghubungkan pemikiran mereka kedalam karya. Dengan bantuan sang diktator ulung, meskipun sang diktator tersebut tidak akan menampakkan wujudnya. Dialah yang memberikan ruh kepada daging ini. Tanpa harus menjalani permintaan ataupun ritual suci. Hanya saja, Dia meminta timbal balik melalui tindakan terpuji.
Sore itu, angin berhembus kedalam rongga-rongga kancing baju. Nikmat dan tenang terasa, tanpa harus meminta. Malaikat berujar, bahwa angin merupakan sistem pendingin dunia. Tidak perlu listrik, PLN bahkan tidak di punggut biaya. Bisa dibilang, suka rela. Dengan berjalannya roda-roda kuda besi yang sudah dimodifikasi. Ku sambangi setiap tempat yang tidak terlihat adanya gedung berdiri tinggi disana. Maksudku hanya ingin melepas penat akan aktifitas yang menjenuhkan. Kuliah, tugas, organisasi. Aktifitas yang menghambat dunia imajinasiku.
“Dunia ini dipenuhi manusia-manusia yang dengan bodohnya diatur oleh waktu. Bukankah mereka yang seharusnya mengatur waktu. Bodoh” Gumamku pada rumput yang menjulang tinggi. Mengelitiki kakiku tanpa izin.
Dengan segenap kebodohanku, kusalurkan pula kebodohanku kepada hamparan tanah kosong. Tajam pengelihatanku, tertuju pada satu titik. Titik buntu kehidupan manusia yang dibodohi waktu.
“Ya, sepertinya mereka berkehendak untuk dibodohi oleh waktu. Miris aku melihatnya” Imbuhku dengan sedikit nada kesal.
Sekesal apapun aku, bukankah aku hampir sama dengan mereka. Dan juga, bukankah aku tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan waktu mereka. Munafik mungkin.
Lalu, muncullah angin yang lain. Tapi dengan bentuk yang berbeda. Yang ini merupakan angin yang memberikan kesejukan hati serta pikiranku. Dialah yang bersikap layaknya manusia yang memiliki dua dunia. Imajinasi dan normal, itu dunianya. Walaupaun begitu, setiap pembicaraanku mengenai imajinasi tentunya dia dengan senang hati menambahkan, menguraikan, menyimpulakan omonganku.
“Sudah lama kau disini Ar? Bukannya kamu masih ada kuliah kajian sastra dunia?.” Tanya Vrida tanpa menungguku menyapanya terlebih dahulu.
“Lumayan, tapi tidak selama mereka” Jawabku sembari menunjuk ke arah mereka yang sedang bergulat dengan waktu mereka masing-masing.
“Kamu ini, selalu saja mempermasalahkan itu-itu saja. Masalah manusia yang menjadi babu waktukan?”
“Hahah, kenapa setiap apa yang aku lontarkan kamu paham. Jadi gak ada geregetnya” Candaku ke Virda.
“Aku sudah mengenalmu tiga tahun lebih. Dan selalu pembahasanmu ke situ-situ melulu. Makanya aku paham apa yang akan kamu bahas.” Sanggah Virda dengan seculi senyum manis. Ibarat dunia, seorang perempuan memang diciptakan untuk melengkapi, menghiasi isi dunia tak terkecuali hati pula.
Dunia ini seakan hati ini, berawal dari membuka mata maka menemukan banyak hal. Seperti hati pula, ketika berkeinginan untuk membukanya maka dengan sendirinya aku datang penghias-penghias hati tanpa disadari tentunya.
Mungkin sebelum aku mengerti mengenai permasalahan dunia, tentunya aku harus mengerti permasalahan hati terlebuh dahulu. Agar nantinya, dunia imajinasi saling terhubung antara pikiran dan hati pula. Mulailah memanusiakan manusia, lalu pahami jati diri tidak terkecuali.
“Oh iya Ar. Sepertinya suasana ini mirip sekali dengan dunia imajinasimu yang kamu visualisasikan kedalam bentuk rupa dan sastra kemarin. Terlihat hamparan tanah kosong, lalu diseberangnya terlihat manusia yang menjalani rutinitas pembodohan itu. Menurutmu bagaimana?” Tanya Virda tanpa rencana. Memecah semilir angin yang mulai memasuki rongga-rongga hati.
“Iya ya, hampir mirip juga. Namun bentuk visualisasinya masih kurang. Dan yang sempurna ya ini. Bentuk tersempurna yang pernah kita lihat. Maha pencipta dengan segala bentuk ciptaan yang maha sempurna pula.”
“Hahaha. Sepertinya aku akan kamu tarik kedalam duniamu Ar. Meskipun kamu tarik, aku menikmati duniamu dengan memasukan cirikhas duniaku. Kontras dan sebagai gradasi duniamu.” Ujar Virda pelan. Menyurutkan pikiran imajinasiku. Membuatku semakin terpesona dengan hiasan terindah dunia, perempuan.
Program keindahan manusia yang tecipta kedalam bentuk realistis oleh tuhan sangat luar biasa. Ketika tangan tuhan menggerakkan tangan Nya maka dengan sendirinya dunia berubah menjadi hiasan yang abadi. Walaupun manusia terlalu bodoh dalam pemanfaatan keindahan tersebut. Sepintar manusia belum tentum mampu menghasilkan sebuah maha karya. Bahkan aku, manusia imajinasi yang sedang terkungkung didalam duniaku sendiri, entah sampai kapan.
“Ar, pernah belum kamu merasakan segala sesuatu itu membosankan?” Tanya Virda tiba-tiba.
“Kalau dipikir-pikir, memang sering juga sih soal kebosanan. Seperti kehidupanku selaku mahasiswa yang selalu dituntut ini itu. Bukannya mencari solusi, terkadang dosen membuat para mahasiswanya semakin tertekan. Ya kalau diibaratkan seorang dosen itu diktator.” Jawabku sembari merasakan semilir angin yang semakin merasuki rongga-rongga kancing baju, dingin.
“Nah itu loh Ar. Kehidupan kita ini terdiri atas unsur-unsur kebosanan. Tapi, bodohnya manusia. Meskipun bosan tetap saja melakukan hal yang membosankan itu. Lalu dimana letak kehidupan manusia yang sesungguhnya? Sejauh aku memandang, hanya terlihat mereka-mereka kaum mayoritas yang hilir-mudik bergantian.” Sambung Virda
“Ya, aku paham maksudmu. Mereka melakukan kebosanan itu karena tuntutan Vir. Nafkah, duniawi, nafsu. Itulah bagian kebosanan yang mereka ciptakan sendiri. Meruntuhkan kebosanan mereka sama saja menghilangkan nyawa mereka.”
“Loh, bukannya kita hampir sama dengan mereka Ar?” Tanya Virda serius. Sembari menatapku dengan tajam. Seperti anak panah yang siap diluncurkan ketarget.
“Ya, kita hampir sama dengan mereka. Tidak perlu munafik juga sih. Hahaha. Walaupun begitu, saat situasi kebosanan melanda tentunya kita memiliki antisipasi tersendiri. Salah satu contohnya dengan mengumbar-umbar pikiran imajinasi kedalam bentuk karya.” Jawabku langsung ke Virda.
Sahut menyahut itulah kami berdua bila dipertemukan. Tanpa penganggu, hanya dengan bahasan yang dikata orang normal tidaklah logis. Tapi itulah kamu, dengan segenap pikiran-pikiran nyeleneh terkadang mampu menciptakan sebuah dunia dimana dunia tersebut mampu menampung imajinasi manusia didalamnya.
“Hahahah. Apapun yang kamu pikirkan tentunya akan memiliki sisi kelemahan jugakan Ar?”
“Itu sudah pasti. Bergantung pergerakan kita sendiri agar mampu menutupi sisi kelemahan itu. Bukannya kita pernah di ajar mengenai manusia yang memiliki dua cara dalam menjalani hidup?”. Tanyaku lagi pada Virda
“Soal itu ya. Aku masih ingat kok Ar. Manusia diberi kodrat dalam menjalani hidup terdiri atas dua cara. Yaitu cara hidup yang sesuai logika dan jalan hidup yang sesuai dengan imajinasi” Jawab Virda tegas.
“Nah itu, persoalan kehidupan tidak lepas dari kedua cara tersebut. Bergantung manusianya yang memilih cara hidup tersebut. Logika atau imajinasi. Tinggal aplikasinya saja sih menurutku. Kita ini terlalu banyak di jejali teori-teori yang terkadang tidak layak dalam aplikasian di kehidupan nyata. Bukankah begitu ibu Virda?” Candaku, agar suasana tidak terlalu panas karena pemikiran-pemikiran aneh kami berdua.
“Ya, kehidupan itu tidak perlu teori-teori yang seakan-akan mengkaji seluk beluk kehidupan itu. Manusia itu dipersulit dengan teori mereka sendiri. Sedangkan tindakan mereka toh nyatanya lepas dari teori yang mereka buat.” Jawaban singkat Virda.
Sembari kulihat jam tangan, ternyata waktu sudah menunjukan pukul 17.00. waktu dimana mereka yang hidup dalam kebosanan yang mereka ciptakan akan memulai aktifitas baru.
“Dunia ini nantinya akan terasa hambar bila sebuah kebosanan sama sekali tidak menghampiri manusia di muka dunia logika ini. Konyol memang, tapi mau bagaimana lagi. sudah menjadi tuntutan bagi mereka.” Celotehku pada Virda, meski respon dia hanya senyuman. Tapi, itu sudah lebih dari cukup. Sudah memberi jawaban tersendiri bagiku.
“Masalah manusia mau sampai kapan akan sulit di pelajari. Sudahlah, kehidupan mereka biarlah dijalani dengan cara mereka sendiri. Lalu soal kita berdua biarkan berjalan apa adanya. Tidak perlu melakukan perdebatan sampai membuang waktu” Seloroh Virda
“Hahah, iya. Aku sudah tahu itu. Lalu, tanpa perdebatan akan memungkinkan kebosanan semakin merajalela. Dan yang membingunkan, apa yang harus kita benahi. Logika, kebosanan, sistem kehidupan atau bagaimana?”
“Entahlah Ar. Biarkan kehidupan imajinasi dan logika saling bertemu. Nantinya mereka akan menemukan jalan masing-masing tanpa harus melakukan perdebatan”
Dan, perbincangan kami sepertinya harus diselesaikan. Bukan karena bosan, tapi masalah waktu yang sudah memperlihatkan bahwa matahari sudah lelah dan memanggil temannya untuk bergantian berjaga, bulan.
“Sudahlah, soal kehidupan ini biarlah mengalun dengan sendirinya. Tanpa harus kita mengotak atik struktur alamiahnya. Walaupun sebenarnya kita mulai risih dengan sistem yang mereka buat Ar”. Pernyataan Virda sekaligus mengakhiri perbincangan mengenai kehidupan manusia yang masih simpang siur ini.
“Baiklah, soal itu bisa kita urusi. Aku mulai memahami sistem manusia meski kadang ingin merubahnya”. Imbuhku.
“Iya Ar. Oke, sampai jumpa ya. Hati-hati dijalan”. Sembari melambaikan tangan kanan dengan memberi senyum yang menghiasi duniaku.
“Iya Vir. Kamu hati-hati dijalan. Eh iya, perdebatan kita mengenai dunia ini belum maksimal.” Ku lempar senyum padanya yang mulai menjauh.

Kesimpulan yang kami dapat bahwa dunia itu memiliki sistem tersendiri. Namun merek (manusia0 yang kadang merubah sistem kodrat dunia tanpa melakukan koordinasi dengan sang pemilik dunia.

hambatan psiko sosial

hambatan adanya perbedaan cukup melebar pada aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, persepsi, nilai-nilai yang dianut dan hingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan-harapan dari kedua belah pihak yang berkomunikasitersebut tidak sama. Misalnya seorang komunikator(pembicara) menyampaikan sesuatu kata menurut bahasa kamus (Indonesia), mengenai kata ‘’momok’’ sudah benar (segi simantiknya) adalah dimaksud sebagai hal yang menakutkan, tetapi ternyata dalam bahasa sunda, dapat berkonotasi kurang baik (jorok). Apalagi kalau ucapan dalam sebuah pidato atau kata sambutan pada suatu acara yang formal dan dihadiri oleh para pejabat, tokoh atau sesepuh masyarakat sunda, senagai akibatnya akan menurunkan citra bagi yang bersangkutan (komunikator) sebagai akibat salah pengertian.

sastra ala gramsci

DASAR PEMIKIRAN ANTONIO GRAMSCI TENTANG HEGEMONI
1. Pendahuluan
Karya sastra, tidak terkecuali drama, memiliki pesan yang tersembunyi di balik teks-teksnya. Dengan kata lain, menurut Loewenthal (dalam Kleden, 2004:45), sastra mengandung banyak lapisan makna yang beberapa di antaranya memang dimaksudkan pengarang dan beberapa pula tidak dimaksudkan. Karya sastra mengandung gagasan yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu, bahkan dapat digunakan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Pengarang memberikan makna lewat kenyataan yang diciptakannya secara bebas dengan syarat tetap dapat dipahami oleh pembaca dalam rangka konvensi yang tersedia baginya, yaitu konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra (Teeuw, 2003: 203).
Menurut Kleden (2004:45), sampai tingkat tertentu, sastra melukiskan kecenderungan-kecenderungan utama dalam masyarakatnya, baik karena sebuah teks dengan sadar (atau tidak sadar) mengungkapkannya; maupun karena teks tersebut dengan sengaja (atau tanpa sengaja) menghindari atau mengelabuinya. Sebuah cerita bisa saja melukiskan situasi kejiwaan individu, tetapi situasi kejiwaan tersebut dapat menjadi metafor (yang berhasil atau gagal) untuk keadaan masyarakat tempat individu bersangkutan hidup. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial) ini disebut sosiologi sastra (Damono, 1984:2).

2. Sosiologi dan Sastra
          Swingewood (1972 dalam Faruk, 2005:1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat; studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai cara masyarakat dimungkinkan, cara kerja, dan alasan masyarakat itu bertahan hidup. Lebih lanjut, lewat penelitian yang ketat mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga, yang secara bersama-sama membentuk struktur sosial, sosiologi memperoleh gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu. Selain itu, sosiologi juga memperoleh gambaran mengenai mekanisme sosialisasi dan proses belajar secara kultural. Dengan semua itu, individu-individu dialokasikan pada peranan-peranan tertentu sekaligus menerimanya dalam struktur sosial itu.
Konsep stabilitas sosial, kesinambungan antarmasyarakat yang berbeda, dan cara individu berlembaga sosial memiliki hubungan dengan aspek sosial di atas sekaligus sebagai suatu hal yang diperlukan dan benar (Swingewood, 1972 dalam Faruk, 2005:1). Sebagai ilmu pengetahuan yang multiparadigma, sosiologi juga berada dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan (Ritzer, 1975 dalam Faruk, 2005:2)
Seperti halnya sosiologi, sastra juga berkenaan dengan manusia dalam masyarakat. Dengan kata lain, sastra berhubungan dengan usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan, bahkan, mengubah masyarakat (Damono, 1984:7). Menurut Kleden (2004:8), sebuah karya sastra tidak dapat mengelak dari kondisi masyarakat dan situasi kebudayaan tempat karya itu dihasilkan. Berger dan Luckman (dalam Teeuw, 2003:186) menyatakan bahwa kehidupan sehari-hari menyajikan dirinya sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan yang bermakna secara subjektif bagi mereka sebagai dunia yang koheren. Teeuw (2003:186) sendiri menyatakan bahwa interpretasi terjadi lewat struktur sosial yang menyediakan sejumlah peranan yang masing-masing ada stereotipnya bagi anggota masyarakat.
Menurut Pradopo (2002:22), sosiologi sastra berdasar pada prinsip bahwa karya sastra (kesusastraan) merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis; yaitu masyarakat yang melingkungi penulis. Hal itu disebabkan oleh penulis, sebagai anggota masyarakat, tidak dapat lepas dari masyarakatnya. Taine (Pradopo, 2002:22) memperlakukan karya sastra berdasarkan tiga faktor: bangsa (ras), lingkungan masyarakat, dan momen sejarah pengarangnya.
Dari sejumlah pernyataan di atas dan sebagaimana telah dinyatakan pada latar belakang penelitian, sebuah kritik dalam hubungannya dengan suatu terapan sosial-kritis diperlukan di dalam penelitian ini. Hubungan-hubungan ketergantungan yang muncul dari relasi kekerasan dan dominasi, yang dibenarkan dan disembunyikan secara ideologis (sehingga tidak lagi menampakkan dirinya sebagai hubungan ketergantungan) merupakan jalan utama menuju suatu analisis kritis. Menurut Kuntowijoyo (1987:145), dalam segi ketergantungan dan ketidaktergantungannya, hubungan langsung maupun tidak langsung antara karya sastra sebagai sistem simbol dan sistem sosial menentukan suatu arah dan peranannya. Karya sastra dibentuk dari proses strukturasi nilai-nilai yang terjadi pada realitas masyarakat. Hubungan antara karya sastra dengan ideologi masyarakat bersifat dialektik. Karya sastra lahir dan dibentuk oleh ideologi masyarakat, sedangkan ideologi masyarakat juga dipengaruhi oleh karya sastra. Oleh karena itu, sosiologi sastra hadir sebagai disiplin ilmu yang berusaha memahami dan menjelaskan arah dan peranan fenomena dua struktur tersebut (Faruk, 2005:19).

3. Gramsci dalam Sosiologi Sastra
Salah satu teori dalam sosiologi sastra yang hadir di dalam dialektika kritik sastra Indonesia adalah teori yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci (1891—1937). Sosiologi sastra dalam perspektif Gramsci tidak hanya mengakui kompleksitas hubungan antara sastra sebagai superstruktur dengan struktur kelas ekonomi sebagai infrastrukturnya. Peranan kesadaran dalam menentukan tindakan manusia dan arti penting hegemoni ideologis dalam memelihara hubungan-hubungan sosial merupakan unsur utama pemikiran Gramsci (Bellamy, 1990:169). Pemikiran Gramsci tidak hanya mengakui eksistensi sastra sebagai lembaga sosial yang relatif otonom, melainkan juga mempunyai kemungkinan bersifat formatif terhadap masyarakat (Faruk, 2005:61). Sebelum menilik bentuk-bentuk gagasan yang dirumuskan Gramsci, terlebih dahulu perlu dijelaskan hal-hal yang mendasari pemikiran Gramsci itu.

4. Dasar Pemikiran Gramsci
Gramsci menuliskan pemikirannya dengan bertitik tolak pada kritiknya terhadap pandangan marxisme ortodoks, terutama kerangka teoretis Nicolai Bukharin. Kerangka teoretis Bukharin tersebut bermaksud sebagai sebuah karya tentang marxisme-leninisme untuk para kader partai komunis. Bukharin menulis ajaran-ajaran marxisme-leninisme sebagai pandangan dunia proletariat, sekaligus upaya Bukharin menyatukan sosiologi kontemporer dalam karyanya itu. Tindakan Bukharin itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa materialisme sejarah adalah sosiologi tentang proletariat dengan kadar kepastian ilmiah (Patria & Arief, 2003:60—62).
Gramsci menolak pandangan tersebut dan menganggap materialisme sejarah ortodoks itu telah mereduksi metode dialektik kritis terhadap masyarakat menjadi seperangkat prinsip-prinsip partai yang bersifat dogmatis dengan mengorbankan pembebasan diri proletariat. Penolakan Gramsci itu dipahami dalam pengertian metafisika tradisional (Patria & Arief, 2003:58). Bahkan, Gramsci berkeberatan dengan maksud Bukharin yang dibuat untuk komunitas pembaca elit yang disebut Gramsci “bukan intelektual profesional”. Akibat dari hal tersebut, menurut Gramsci, tercipta kekeliruan besar karena mengabaikan “filsafat massa rakyat” (filsafat yang lahir dari akal sehat rakyat sendiri). Dengan kata lain, pandangan Bukharin tersebut adalah sebuah sistem filsafat (materialisme sejarah) yang asing dan tidak dikenal oleh massa rakyat dan hendak dipaksakan begitu saja dari luar kesadaran diri proletar.
Bagi Gramsci, kesadaran politik proletariat harus dibangun melalui kepercayaan-kepercayaan dan akal sehat kaum proletar, sebagaimana terungkap dalam cerita-cerita dan agama rakyat, dan bukan semata-mata dipaksakan dari pihak di luar kelompoknya. Hal tersebut merupakan cerminan kekuatan kultural kohesif atau hegemoni yang dijalankan oleh kelas-kelas yang berkuasa. Hegemoni selalu berhubungan dengan penyusunan kekuatan negara sebagai kelas diktator (Simon, 2004:30; Williams, 1960: 587, dalam Patria & Arief, 2003:32; cf. Faruk, 2005:78—79). Hegemoni juga merujuk pada kedudukan ideologis satu atau lebih kelompok atau kelas dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari yang lainnya (Bellamy, 1990:185).
Perlu ditekankan bahwa, sebelum Bukharin, Gramsci juga menanggapi pemikiran-pemikiran Karl Heindrich Marx. Pada beberapa sisi, Gramsci menonjolkan gagasan-gagasan laten Marx. Di sisi yang lain, Gramsci menolak beberapa anggapan Marx. Pemikiran Marx bersandar pada kekuatan manusia semata-mata sebagai pengondisi kehidupan yang kemudian harus menaati usaha-usaha bersama atas dasar kepunyaan bersama (Masnur, 2003:7—8).
Gagasan Marx sendiri merupakan kritik terhadap filsafat Hegelian Jerman (yang dicetuskan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel), ekonomi politik Adam Smith dan David Ricardo, dan pemikiran politik Pierre-Joseph Proudhon. Marx melakukan analisis terhadap faktor makroekonomi, sehingga pikiran ekonomi-politiknya lebih menonjol. Dari hal itu, Marx mengemukakannya dalam Das Kapital dengan dibantu Frederick Engels mulai 1844 di Paris. Yang dijadikan tujuan Marx adalah membangun masyarakat dengan kebebasannya terhadap tekanan ekonomi kapitalis yang hanya menuntut percepatan produksi dengan memeras tenaga manusia secara sia-sia (Masnur, 2003:9). Inilah benih-benih pemikiran khas Marx, sekaligus Engels: materialisme sejarah (historical materialism).
Prinsip-prinsip dasar dalam materialisme sejarah adalah kenyataan-kenyataan dasar bagi awal mula proses penafkahan pada diri manusia sebelum keterlibatan manusia, antara lain, di bidang pengetahuan, politik, seni, dan sastra. Menurut Masnur (2003:12), logika inilah yang dipakai oleh Marx dan Engels dalam memandang negara sebagai cerminan dari kebutuhan dasar manusia, dengan maksud keharusan negara untuk bersifat sosialistik. Lebih lanjut, negara menjadi kumpulan orang-orang yang berderajat sama dengan status dan kepemilikan yang sama pula.
Basis struktur, berupa kegiatan produksi, pada formasi sosial itu menentukan bangunan atasnya, yaitu cerminan keadaan struktur bawah. Negara adalah alat untuk menjamin kedudukan kelas atas, yang fungsinya secara politik meredam usaha-usaha kelas bawah untuk membebaskan diri dari pengaruh kelas atas. Sedangkan, ”superstruktur ideologis”—istilah marxis bagi pandangan moral, filsafat, hukum, agama, estetika, dan lain-lainnya—berfungsi untuk memberikan legitimasi pada hubungan kekuasaan itu (Magnis-Suseno, 1922:266 dalam Patria & Arief, 2003:4). Dengan kata lain, perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang produksi sebagai infrastruktur. Sedangkan, superstruktur diasumsikan merupakan hasil dari kondisi material objektif (hubungan-hubungan produksi). Hal tersebut itulah yang kemudian diperdebatkan dan dikoreksi oleh Gramsci melalui ide sentralnya: hegemoni.
Penolakan Gramsci pada tradisi marxian ortodoks dan penekanan sebaliknya pada faktor-faktor budaya dan ideologi disebabkan oleh situasi Italia sendiri, negara kelahiran Gramsci, sebagaimana negara-negara kapitalis lain yang bersistem borjuis dan memiliki sumber stabilitas yang kuat. Fokus perhatian Gramsci pada latar belakang politik tersebut muncul dari situasi politik ketika Gramsci menjadi pemimpin intelektual dari gerakan massa proletar selama perang dunia pertama dan masa sesudah itu di Turin, Italia. Bagi Gramsci, politik bukanlah sekedar cara untuk mencapai kekuasaan. Lebih dari itu, politik adalah cara mengakomodasikan semua kepentingan dari kelompok-kelompok masyarakat tersebut dalam sebuah aktivitas bersinergi. Ketika suatu kelompok mampu melakukan hal tersebut, kelompok itu akan berhasil mendapatkan kekuasaan. Selama kelompok itu mampu melakukannya, maka kekuasaan pun tetap dapat dipertahankan (cf. Iskandar, 2003:54—55).
Italia, termasuk negara kapitalis yang lain setelah terjadi krisis ekonomi kapitalis, berharap adanya revolusi sosialis. Pertarungan politik partai, baik Kiri maupun Kanan membuahkan kemenangan kepada fasisme pada 1922 dan melenyapnya hak-hak politik. Sebagai anggota kunci dari Partai Sosialis Italia, dan kemudian menjadi Partai Komunis Italia, Gramsci melihat kegagalan gerakan massa buruh secara revolusioner dan munculnya fasisme reaksioner (Patria & Arief, 2003:13). Rangkaian kekalahan dan kegagalan ini telah menyebabkan keraguan dalam diri Gramsci terhadap kredibilitas teoretis aksi revolusi. Berdasarkan kenyataan dan kesulitan seperti itu, Gramsci lalu berusaha menganalisis persoalan dengan mencari strategi yang pas untuk menyukseskan revolusi sosialis di Eropa Barat pada umumnya, di Italia pada khususnya.
Rumusan teori yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci dapat dinyatakan sebagai teori yang komprehensif, tepat-menyeluruh, dan representatif untuk diterapkan di dalam penelitian ini. Menurut Gramsci (Bellamy, 1990:179), teori tidak saja memberikan pengetahuan tentang proses-proses sosial, namun juga menyediakan landasan bagi tindakan yang lebih efektif. Rumusan teori Gramsci ini dikenal melalui pilihan kumpulan catatan harian Gramsci pada waktu dipenjara antara tahun 1929—1935. Pilihan catatan itu diberi Quadreni del Carcere atau Selection from the Prison Notebooks (Fakih, 2004 dalam Simon, 2004:vii). Pribadi Gramsci sendiri tidak mengetahui bahwa catatannya, The Prison Notebooks, dipublikasikan. Catatan tersebut sebenarnya ditulis oleh Gramsci secara terpisah, tidak bermaksud untuk dipublikasikan, dan bahkan belum terselesaikan, sebagaimana Das Kapital milik Marx. Akan tetapi, gagasan-gagasan Gramsci di dalamnya merupakan sumbangan penting dalam pemikiran dunia.

5. Kesimpulan
Karya sastra tidak hadir begitu saja, tidak mungkin muncul dalam situasi kekosongan budaya. Karya sastra tidak dapat terelakkan dari lingkungan sosio-historis, terutama dari sudut pengarangnya. Gramsci memberikan persepsi bahwa superstruktur ditentukan oleh infrastruktur. Akan tetapi, tidak hanya itu, Gramsci melalui teori hegemoni-nya memungkinkan karya sastra, selain sebagai refleksi masyarakat, dalam taraf tertentu dapat bersifat formatif terhadap masyarakat.
Gramsci telah memberikan sudut pandang yang berbeda berkenaan dengan kajian sosial terhadap karya sastra. Sastra Indonesia, yang telah dihegemoni oleh bentuk kesusastraan tertentu, atau bahkan bentuk sosial tertentu, mendapat determinasi dari faktor-faktor kultural tertentu. Mobilitas sastra Indonesia tidak bergerak begitu saja, melainkan dibangun melalui berbagai wajah kebudayaan, baik dari dalam maupun luar. Dengan demikian, gagasan hegemoni dari Gramsci telah memberikan manfaat dan ruang yang segar sekaligus berbeda dalam kajian sastra Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Bellamy, Richard. 1990. ”Antonio Gramsci”. Teori Sosial Modern: Perspektif Itali. Jakarta: LP3ES

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


pramoedya

DAFTAR LENGKAP ROMAN PRAMOEDYA
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/pram.jpg"Pramoedya Ananta Toer, kandidat Asia paling utama untuk Hadiah Nobel."
Time
"Pramoedya Ananta Toer adalah seorang master cemerlang dalam mengisahkan liku-liku emosi, watak dan aneka motivasi yang serba rumit."
The New York Times
"Penulis ini berada sejauh separoh dunia dari kita, namun seni-budaya dan rasa kemanusiaannya sedemikian anggunnya menyebabkan kita langsung merasa seakan sudah lama mengenalnya dan dia pun sudah mengenal kita sepanjang usia kita."
USA Today
"Pramoedya Ananta Toer selain seorang pembangkang paling masyhur adalah juga Albert Camus-nya Indonesia. Kesamaan terdapat di segala tingkat, belum lagi kemampuannya mengkonfrontasikan berbagai masalah monumental dengan kenyataan kesehari-harian yang paling sederhana."
The San Fransisco Chronicle
Dikutip dari cover belakang 'Tetralogi : Bumi  Manusia' 

Baca Biografi Pramudya (lahir sampai meninggal) di : Wikipedia
Description: http://www.anelinda-store.com/images/frame/bottomframe545.gif


SERIAL TETRALOGI
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA001smm.jpg
BUMI MANUSIA
Kode Buku : NPA001
Jml Jilid : 1
Harga : 90.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA002smm.jpg
ANAK SEMUA BANGSA
Kode Buku : NPA002
Jml Jilid : 1
Harga : 90.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA003smm.jpg
JEJAK LANGKAH
Kode Buku : NPA003
Jml Jilid : 1
Harga : 95.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA004smm.jpg
RUMAH KACA
Kode Buku : NPA004
Jml Jilid : 1
Harga : 90.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA004asmm.jpg
PAKET TETRALOGI
Kode Buku : NPA004a
Jml Jilid : 4
Harga : 333.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
NON SERIAL
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA005smm.jpg
ARUS BALIK
Kode Buku : NPA005
Jml Jilid : 1
Harga : 75.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA006smm.jpg
GADIS PANTAI
Kode Buku : NPA006
Jml Jilid : 1
Harga : 50.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA007smm.jpg
CERITA DARI DIGUL
Kode Buku : NPA007
Jml Jilid : 1
Harga : 30.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA008smm.jpg
NYANYI SUNYI SEORANG BISU
Kode Buku : NPA008
Jml Jilid : 1
Harga : 30.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA009smm.jpg
MANGIR (drama)
Kode Buku : NPA009
Jml Jilid : 1
Harga : 42.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA010smm.jpg
LARASATI
Kode Buku : NPA010
Jml Jilid : 1
Harga : 35.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA011smm.jpg
CALONARANG
Kode Buku : NPA011
Jml Jilid : 1
Harga : 26.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA012smm.jpg
PANGGIL AKU KARTINI SAJA
Kode Buku : NPA012
Jml Jilid : 1
Harga : 55.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA013smm.jpg
AROK DEDES
Kode Buku : NPA013
Jml Jilid : 1
Harga : 95.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA014smm.jpg
CERITA DARI BLORA
Kode Buku : NPA014
Jml Jilid : 1
Harga : 35.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA015smm.jpg
CERITA DARI JAKARTA
Kode Buku : NPA015
Jml Jilid : 1
Harga : 27.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA016smm.jpg
KORUPSI
Kode Buku : NPA016
Jml Jilid : 1
Harga : 21.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA017smm.jpg
MEREKA YANG DILUMPUHKAN
Kode Buku : NPA017
Jml Jilid : 1
Harga : 75.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA018smm.jpg
PERBURUAN
Kode Buku : NPA018
Jml Jilid : 1
Harga : 24.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA019smm.jpg
PERCIKAN REVOLUSI SUBUH
Kode Buku : NPA019
Jml Jilid : 1
Harga : 24.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/nasmm.jpg
SANG PEMULA
Kode Buku : NPA020
Jml Jilid : 1
Harga : 60.400  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA021smm.jpg
MENGGELINDING 1
Kode Buku : NPA021
Jml Jilid : 1
Harga : 72.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA022smm.jpg
TEMPO DOELOE
Kode Buku : NPA022
Jml Jilid : 1
Harga : 45.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA023smm.jpg
DI TEPI KALI BEKASI
Kode Buku : NPA023
Jml Jilid : 1
Harga : 31.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA024smm.jpg
REALISME SOSIALIS
Kode Buku : NPA024
Jml Jilid : 1
Harga : 35.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA025smm.jpg
BUKAN PASAR MALAM
Kode Buku : NPA025
Jml Jilid : 1
Harga : 25.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA026smm.jpg
MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS
Kode Buku : NPA026
Jml Jilid : 1
Harga : 32.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA027smm.jpg
KEMBALI PADA CINTA KASIHMU
Kode Buku : NPA027
Jml Jilid : 1
Harga : 19.000  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA028smm.jpg
SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN
Kode Buku : NPA028
Jml Jilid : 1
Harga : 27.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA029smm.jpg
TIKUS DAN MANUSIA
Kode Buku : NPA029
Jml Jilid : 1
Harga : 18.500  
LIHAT DETAIL
STOK KOSONG
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA030smm.jpg
JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS
Kode Buku : NPA030
Jml Jilid : 1
Harga : 30.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA031smm.jpg
PRAMOEDYA ANANTA TOER DARI DEKAT SEKALI
Kode Buku : NPA031
Jml Jilid : 1
Harga : 38.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA032smm.jpg
PRAM DAN CINA
Kode Buku : NPA032
Jml Jilid : 1
Harga : 32.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/cover/NPA033smm.jpg
PRAMOEDYA MENGGUGAT : MELACAK JEJAK INDONESIA
Kode Buku : NPA033
Jml Jilid : 1
Harga : 75.000  
LIHAT DETAIL
Top of Form
Bottom of Form
Description: http://www.anelinda-store.com/images/boxbelanja_01.jpg
   kosong
  

Description: http://www.anelinda-store.com/images/frame/topframe_cari.gif
Top of Form
Bottom of Form
 
Contact us : info@anelinda.com / 021-5370609 / 0815-8944279
Copyright ©1998-2011 anelinda.com All Right Reserved  Designed by: WebMaster-Indonesia.com